Tuesday, December 28, 2010

SEPUR UGAN DEKDE LIWAT AGI DI BELATUNG


stasiun baturaje tahun 1931
sewaktu baturaje masih dipimpin oleh bupati SALEH HASAN, kota baturaje punye moda angkutan massal yang membanggakan. namenye SPUR OGAN. yap, dekde salah agi, spur dengan empat gerbong ini memang khusus ngangkut jeme baturaje ke palembang atau sebaliknye. maklum, di tahun 1980-an memang angkutan ke palembang endai baturaje atau sebaliknye dekde sebanyak mak ini ahi. jadi wajar amen SPUR OGAN menjadi andalan dan primadona waktu itu.

bagi jeme baturaje ye nak ke pelimbang, naek SPUR OGAN dek tahu nak ninggi ahi. sebab, spur yang ditarik lokomotif CC202 buatan GENERAL MOTORS kanada (?) ini berangkat tepat jam 4.30 endai stasiun baturaje. jadi, dek kubar sembayang suboh spur lah persiapan berangkat. sampai di KERTAPATI kire-kire jam 10an pagi.
seingatku, di tahun 1983 rege tiket endai BATURAJE ke KERTAPATI cuma rp. 1600 rupiah. sementare rege kerite mini di pelimbang sekitar rp. 35.000 sampai 50.000. beda sekitar 15 ribu endai rege kerite di toko PALAK BESAK di baturaje. jadi, lemaklah mbeli kerite di pelimbang dg ongkos pengaji rp. 3200 pp, endai mbeli kerite di baturaje. di pelimbang juge banyak pilihan.

W.F.J. Krols bij de aanleg van een spoorweg bij het ten westen van Koetaboemi gelegen Batoeradja

balek ke SPUR OGAN. pade waktu itu angkutan publik ini menjadi moda yang bukan saje untuk mereka ye nyakah perniageaan endai baturaje ke pelimbang atau sebaliknye. tapi juge dimanfaatkan bagi mereka yang nak menempuh perjalanan pendek tapi murah. misalkan guru ye nak ngurus ngaji endai peninjauan ke baturaje, aau ye cuma nak ke belatung tapi cuma punye ongkos dikit. SPUR OGAN saat itu menjadi andalan. maklum, masinisnye rate-rate pacak diajak negosiasi "bayah pucok". bahkan, amen nak diitung-itung, banyaklah jeme ye "mbayah dipucok" endaikan ye membeli tiket di stasiun. ape lagi aparat berseragam dan keluargenye. dijamin pasti modalnye cuma senyum.

aku mase tehingat waktu itu kondekturnye bername MUIS. si kerempeng berhati lembut ini lebih banyak kesian gok penumpang SPUR OGAN. alhasil, die dekde tahu nak marah amen jeme ye naik spur dekde mbeli tiket. apelagi mereka ngaku-ngaku keluarge.
sepur yang masih di bawah naungan divre III, sumatera-selatan ini rutenye: BATURAJE, belatung, belimbing-air kakah, lubuk rukam, peninjauan, metur, pagar gunung, air asam, tanjung rembang, PRAMULIH, lembak, karang enda, gelumbang, serdang, payakabung, simpang, dan berakhir di KERTAPATI.

SPUR OGAN kadang dikawal oleh petugas keamanan. nah, polsuska (polisi khusus kereta api) yang paling ganas waktu itu namenye JAMIL. reputasinye bukan main. polsus yang gumbaknye selalu klimis (mgkn makai minyak tancho) ini, pernah nimbak maling ye melumpat endai spur. dan timbakannye kebetulan kene busong maling itu. padahal JAMIL nak nimbak keting. konon, sejak peristiwa itu JAMIL dekde agi ngecak pistol.

sekitar tahun 1987-an SPUR OGAN dekde agi keaningan gasenye. dan sekitar tahun itu pule spur-spur lokal di sumsel juge dekde bergerak. seperti KA lematang, KA sindang marga dan KA bukit serelo dan KA bukit sulap yang menempuh jalur KERTAPATI - LUBUK LINGGAU. sementare itu KOTA BUMI - TANJUNG KARANG yg jaraknye juge pendek merevitalisasi kembali SPUR mereka. kapan SPUR OGAN liwat agi di stasiun BELATUNG?

-------------------------------------------------------------------------------------------------------
  • belatoeng merupakan stasiun terbesar di OKU waktu itu dan menjadi tempat berkumpul insyinyur2 STAATSPOORWEG (SS), maskap[ai yang membangun jaringan KA di sumsel.
  • jaringan rel KA di sumsel mulai dibangun tahun 1914 sampai dengan 1927 dengan rel pertama dari tj. karang ke tarahan panjang sepanjang 12 km. dan setelahnya bersambung sampai ke kertapati dan lb linggau sepanjang 411 km (?).
  • sejak mulai dibangun rel sumsel memang diperuntukkan untuk angkutan barang

Tuesday, December 14, 2010

BIOSKOP BATURAJA TEMPO DOELOE

ada di darat ada di laut

Masih ingat Bioskop Darat? Mereka yang lahir tahun 60-an atau 70-an pasti masih ingat bioskop yang letaknya di jalan menanjak Pahlawan Kemarung ini. Bioskop yang sekarang telah berubah menjadi toko (tolong dong yang di Baturaja namanya toko dan hotel di sebelahnya sekarang, apa namanya?) ini dulunya merupakan satu-satunya tempat hiburan masyarakat Baturaja. Nama Bioskop Darat sebetulnya hanya sebutan. Nama sebenarnya adalah Bioskop Kramat. Dinamakan Bioskop Darat, konon sebelumnya ada bioskop lain yaitu Bioskop Laut yang letaknya persis tepi Sungai Ogan yang berada tidak jauh dari Jembatan Ogan 1. Sejak kapan bioskop ini ada, saya tidak tahu. Seingat saya di tahun 1977 bioskop Laut sudah tutup. Tapi kelak perbaharui di sekitar tahun 1984 dengan nama Bioskop Sadar.

film rhoma irama banyak diputar di bioskop saat itu.
tentu bang rhoma jadi "anak mudo"
kalo bang rhoma bisa mengalahkan bandit2 maka penonton pun berdiri dan bertepuk.


Kalau diingat-ingat lagi, dulu tempat duduknya terbagi atas dua bagian. Untuk kelas losi dengan kursi kayu, sedangkan untuk kelas balkon dengan kursi rotan. Padahal, kelas balkon di bioskop ini bukan balkon sebagaimana yang kita bayangkan di gedung-gedung pertunjukkan, yang merupakan tempat istimewa atau katakanlah VIP, yang tempatnya biasanya berada di atas atau di selasar penonton lain. Tapi kelas balkon di Bioskop Darat ini adalah tempat di mana penonton duduk di deret bagian tengah sampai belakang yang tempatnya agak sedikit meninggi dari kelas losi. Penonton yang berada di kelas balkon tentu saja lebih nyaman menonton karena pandangan mata sejajar dengan layar. Tapi bagi mereka yang menonton mendongak di bagian losi, juga memiliki kemudahan. Diantaranya mereka bisa beli satu tiket untuk dua orang, tiga orang atau bahkan tujuh orang! Hebat kan?
Begini. Satu tiket untuk dua orang bisanya disebut “Sikok Duo” atau satu tiket dua orang. Tapi nonton pertunjukkannya tidak dari awal. Kira-kira 15 menit ketika film sudah diputar, pemilik bioskop yang namanya sering dipanggil dengan Encek Kuat (atau ditulis beginikah, “Kwat”?) akan berteriak, “Sikok duo!”, maka orang-orang yang tadi menunggu akan mencari patner satu orang lagi. Di tahun 1979 harga tiket kelas losi Rp. 350. Artinya, dua orang yang akan membeli satu tiket itu akan patungan Rp. 150 masing-masing. Kemudian menghadap ke Encek Kuat yang biasanya duduk di muka pintu bagian losi. Encek Kuat akan memberikan tambahan uang Rp 50 kepada sepasang orang tadi. Mereka lalu dengan terburu-buru pergi ke loket yang berada di depan untuk membeli karcis kelas losi. Demikian juga sewaktu Encek Kuat berteriak “sikok tigo” yang biasanya, lewat 10 menit dari kesempatan “sikok duo”. Nah, pada saat inilah Encek Kuat akan bersiap pulang. Tidak lama kemudian setelah film kira-kira berjalan 30 menit, akan ada penjaga pintu berteriak “sikok tojo”. Pada bagian inilah orang-orang yang uangnya minim atau anak-anak akan bergabung. Bayangkan, mungkin inilah satu-satunya bioskop yang menggunakan metode menonton dengan karcis yang bisa dibeli secara patungan!
Bioskop Darat main tiga kali pertunjukan setiap hari, yakni, Pk. 17.00, Pk. 19.00, dan Pk. 21.00. Sedangkan untuk film India diputar dua kali. Hari pertama diputar sebagian dan hari berikutnya adalah bagian lain. Jadi yang penonton film India harus harus menerima resiko nonton selama dua hari. Soalnya, film-film India di masa itu berdurasi tiga jam setengah.
Oya, saya masih ingat, Encek Kuat yang berkacamata dan berpakaian selalu rapih itu dulunya bossy sekali. Sambil menjaga pintu bioskop bagian losi, ia akan melonjorkan kakinya di kursi rotan sambil dipijat oleh seseorang tukang pijat langganannya. Dua penjaga lain, yang menjadi “centeng” Encek Kuat akan selalu mengusir orang-orang yang tidak sabar menunggu teriakannya “Sikok Duo!”. Inilah nama-nama petugas di bioskop itu yang masih saya ingat: Mang Anek, penjaga loket, Wak Kholik, pemutar roll (entah siapa yang menggantikannya setelah meninggal kira-kira tahun 1979?), Mang Rachim, almahrum terakhir berpangkat Mayor, pernah menjabat Komandan Koramil yang bermarkas di Pasar Baru, sebagai penjaga di bagian balkon. Mang Rahim ini terkenal ganas dan berkumis lebat dan menjaga dengan celana pendek. Ada juga nama-nama lain yang tidak tercantum di sini karena saya lupa.
Ada lagu openingnya yang masih sangat akrab di telinga penonton pada waktu itu yakni, Acka Raga dari kelompok music rock asal Belanda Shocking Blue. Dan pasa saat itulah iklan layanan masyarakat "Dilarang Membawa Senjata Tajam" dimunculkan.


Bioskop Darat atau Bioskop Kramat kemudian tutup kira-kira tahun 1983-an (?) konon, karena si empunya, Encek Kuat meninggal dunia.***

Sunday, December 12, 2010

PERAHU AGUNG DI AYAH UGAN


Kawan,

Mase tehingat dekde kamu uhang tentang "Perahu Agung"? Yap, mereka ye mehase besak di Baturaje sebelum taun 1980-an khusunye pecinta ayah ugan, pasti mengenal perahu yang menjadi lambang PT. Pupuk Pusri ini.


menjadi logo pupuk


Di Baturaje kite mengenalnye sebagai "Perahu Agung". Selain ukurannye relatif besak, perahu ye termasuk jenis "perahu kajang" ini memang datang endai KAYU AGUNG, Ibu Kota Ogan Komenering Ilir atau OKI.


Ye menjadi ingatan kolektif kite waktu itu adalah perahu ini khas, membawa keluarga lengkap gok kucing dan anjingnye, ye menjual tembikar atau gerabah tanah liat untuk keperluan huma tangge.


Biasenye, mereka "berlayar" berbulan-bulan dan singgah bebehape ahi di pangkalan ayah ye rami. Di Baturaje waktu itu biasenye mereka mangkal di bawah kayu ujan, pas di belakang Pasar Tugu. Atau di bawah batang kayu ujan di belakang Rumah Sakit. Atau di tangge pangkalan Langgar Ogan. Sementare di Sukajadi mereka singgah di pangkalan seberang Pabrik Es. Di daerah Saung Nage mereka manggal di bada manco mubil arak jeramba sepur daerah Jati (?)


Bagi mereka yang kanak-kanak inilah kesempatan untuk membeli "celengan", tabungan endai tanah liat dengan berbagai bentuk, seperti ayam, kucing, kendi, dan yang paling murah hanya berbentuk bulatan seukuran pinggan.


Mereka juge menjual tungku, cirek, kendi, pinggan, sampai mainan tiup berbentuk burung dengan lubang yang ditutup gok jahi dan mengeluarkan bunyi perkutut.


sebagai aikon kota kayu agung

Uhang Kayu Agung memang jagonye kerajinan. Mulai endai pertukangan, ukiran, sampai kekerajinan tembikar atau gerabah, jeme Komering ahlinye. Konon, keahlian jeme kayu Agung membuat tembikar menggunakan "teknik putar miring" ini hanye ade sedikit di dunie. Di Asia mak ini konon hanya ade di Pagerjurang, Bayat Kab. Klaten Jawa - Tengah. Sementare di Kayu Agung sejak tahun 1980-an sude punah alias ngatek agi.


Balek ke "perahu agung", menurut sejarah merupakan evolusi endai perahu-perahu Cine. Perahu ye berukuran +/- 8 meter wan lebah +/- 2 meter ini memiliki kekhasan yaitu atapnye tebuat endai daun nipah yang terdiri endai 3 bagian di mane di bagian depan disebut gok Kajang Tarik (karena memang bisa di tarik untuk melindungi dari hujan dan terik matahari) di tengah di sebut gok kajang tetap karena permanen dan dibelakang disebut gok tunjang karang.


Ke khasan juga terdapat di bagian depan perahu ye disebut gok "selungku" tonjolan lok kepala ye berfungsi untuk meredam hantaman perahu saat membentur sesuatu. perahu ye dulunya terbuat dari kayu rengas (Latin Melanorrhoea wallichii, uhang Cine menyebutnye Chat-si atau Kayu Hantu, selain bada jeme nyakah roh alus, getah rengas amen kene badan nak matilah. Dulu thn 80-a ade sebatang di belakang rumah sakit umum) --ini mak ini sude dekde tekinak agi. Juge di sungai-sungai lain di Sumatera temasok sungai Musi.


Walau mak itu "perahu agung" mase melekat dalam ingatan kolektif kite, ye ngajungkan kite dulu dek tekelap tidoh gara-gara nak mbeli mainan tiup endai tanah liat berbentuk burung ye bunyinye mirip perkutut.

PERAHU AGUNG DI AYAH UGAN

Kawan, 

Mase tehingat dekde kamu uhang tentang "Perahu Agung"? Yap, mereka ye mehase besak di Baturaje sebelum taun 1980-an khusunye pecinta ayah ugan, pasti mengenal perahu yang menjadi lambang PT. Pupuk Pusri ini.


Di Baturaje kite mengenalnye sebagai "Perahu Agung". Selain ukurannye relatif besak, perahu ye termasuk jenis "perahu kajang" ini memang datang endai KAYU AGUNG, Ibu Kota Ogan Komenering Ilir atau OKI. 


Ye menjadi ingatan kolektif kite waktu itu adalah perahu ini khas, membawa keluarga lengkap gok kucing dan anjingnye, ye menjual tembikar atau gerabah lia untuk keperluan huma tangge. 


Biasenye, mereka "berlayar" berbulan-bulan dan singgah bebehape ahi di pangkalan ayah ye rami. Di Baturaje waktu itu biasenye mereka mangkal di bawah kayu ujan, pas di belakang Pasar Tugu. Atau di bawah batang kayu ujan di belakang Rumah Sakit. Atau di tangge pangkalan Langgar Ogan. Di daerah Saung Nage mereka manggal di bada manco mubil arak jeramba sepur daerah Jati (?) 


Bagi mereka yang kanak-kanak inilah kesempatan untuk membeli "celengan", tabungan endai tanah liat dengan berbagai bentuk, seperti ayam, kucing, kendi, dan yang paling murah hanya berbentuk bulatan seukuran pinggan. 


Mereka juge menjual tungku, cirek, kendi, pinggan, sampai mainan tiup berbentuk burung dengan lubang yang ditutup dengan jari dan mengeluarkan bunyi perkutut.


Uhang Kayu Agung memang jagonye kerajinan. Mulai endai pertukangan, ukiran, sampai kekerajinan tembikar atau gerabah, jeme Komering ahlinye. Konon, keahlian jeme kayu Agung membuat tembikar menggunakan "teknik putar miring" ini hanye ade sedikit  di dunie. Di Asia mak ini konon hanya ade di Pagerjurang, Bayat Kab. Klaten Jawa - Tengah. Sementare di Kayu Agung sejak tahun 1980-an sude punah alias ngatek agi.


Balek ke "perahu agung", menurut sejarah merupakan evolusi endai perahu-perahu Cine. Perahu  ye  berukuran +/- 8 meter wan  lebah +/- 2 meter ini memiliki kekhasan yaitu atapye tebuat endai daun nipah yang terdiri endai  3 bagian di mane di bagian depan disebut gok  Kajang Tarik (karena memang bisa di tarik untuk melindungi dari hujan dan terik matahari) di tengah di sebut gok  kajang tetap karena permanen dan dibelakang disebut gok tunjang karang.


Ke khasan juga terdapat di bagian depan perahu ye  disebut gok  "selungku" tonjolan lok  kepala ye  berfungsi untuk meredam hantaman  perahu  saat membentur sesuatu. perahu ye  dulunya terbuat dari kayu rengas ini  mak ini  sude dekde tekinak agi. Juge di sungai-sungai lain di Sumatera temasok sungai Musi. 

Walau mak itu "perahu agung" mase melekat dalam ingatan kolektif kite, ye ngajungkan kite dulu dek kelepa tidoh gara-gara nak mbeli mainan tiup endai tanah liat berbentuk burung ye bunyinye mirip perkutut.