- belatoeng merupakan stasiun terbesar di OKU waktu itu dan menjadi tempat berkumpul insyinyur2 STAATSPOORWEG (SS), maskap[ai yang membangun jaringan KA di sumsel.
- jaringan rel KA di sumsel mulai dibangun tahun 1914 sampai dengan 1927 dengan rel pertama dari tj. karang ke tarahan panjang sepanjang 12 km. dan setelahnya bersambung sampai ke kertapati dan lb linggau sepanjang 411 km (?).
- sejak mulai dibangun rel sumsel memang diperuntukkan untuk angkutan barang
Tuesday, December 28, 2010
SEPUR UGAN DEKDE LIWAT AGI DI BELATUNG
Tuesday, December 14, 2010
BIOSKOP BATURAJA TEMPO DOELOE
Masih ingat Bioskop Darat? Mereka yang lahir tahun 60-an atau 70-an pasti masih ingat bioskop yang letaknya di jalan menanjak Pahlawan Kemarung ini. Bioskop yang sekarang telah berubah menjadi toko (tolong dong yang di Baturaja namanya toko dan hotel di sebelahnya sekarang, apa namanya?) ini dulunya merupakan satu-satunya tempat hiburan masyarakat Baturaja. Nama Bioskop Darat sebetulnya hanya sebutan. Nama sebenarnya adalah Bioskop Kramat. Dinamakan Bioskop Darat, konon sebelumnya ada bioskop lain yaitu Bioskop Laut yang letaknya persis tepi Sungai Ogan yang berada tidak jauh dari Jembatan Ogan 1. Sejak kapan bioskop ini ada, saya tidak tahu. Seingat saya di tahun 1977 bioskop Laut sudah tutup. Tapi kelak perbaharui di sekitar tahun 1984 dengan nama Bioskop Sadar.
tentu bang rhoma jadi "anak mudo"
kalo bang rhoma bisa mengalahkan bandit2 maka penonton pun berdiri dan bertepuk.
Begini. Satu tiket untuk dua orang bisanya disebut “Sikok Duo” atau satu tiket dua orang. Tapi nonton pertunjukkannya tidak dari awal. Kira-kira 15 menit ketika film sudah diputar, pemilik bioskop yang namanya sering dipanggil dengan Encek Kuat (atau ditulis beginikah, “Kwat”?) akan berteriak, “Sikok duo!”, maka orang-orang yang tadi menunggu akan mencari patner satu orang lagi. Di tahun 1979 harga tiket kelas losi Rp. 350. Artinya, dua orang yang akan membeli satu tiket itu akan patungan Rp. 150 masing-masing. Kemudian menghadap ke Encek Kuat yang biasanya duduk di muka pintu bagian losi. Encek Kuat akan memberikan tambahan uang Rp 50 kepada sepasang orang tadi. Mereka lalu dengan terburu-buru pergi ke loket yang berada di depan untuk membeli karcis kelas losi. Demikian juga sewaktu Encek Kuat berteriak “sikok tigo” yang biasanya, lewat 10 menit dari kesempatan “sikok duo”. Nah, pada saat inilah Encek Kuat akan bersiap pulang. Tidak lama kemudian setelah film kira-kira berjalan 30 menit, akan ada penjaga pintu berteriak “sikok tojo”. Pada bagian inilah orang-orang yang uangnya minim atau anak-anak akan bergabung. Bayangkan, mungkin inilah satu-satunya bioskop yang menggunakan metode menonton dengan karcis yang bisa dibeli secara patungan! Bioskop Darat main tiga kali pertunjukan setiap hari, yakni, Pk. 17.00, Pk. 19.00, dan Pk. 21.00. Sedangkan untuk film India diputar dua kali. Hari pertama diputar sebagian dan hari berikutnya adalah bagian lain. Jadi yang penonton film India harus harus menerima resiko nonton selama dua hari. Soalnya, film-film India di masa itu berdurasi tiga jam setengah.
Oya, saya masih ingat, Encek Kuat yang berkacamata dan berpakaian selalu rapih itu dulunya bossy sekali. Sambil menjaga pintu bioskop bagian losi, ia akan melonjorkan kakinya di kursi rotan sambil dipijat oleh seseorang tukang pijat langganannya. Dua penjaga lain, yang menjadi “centeng” Encek Kuat akan selalu mengusir orang-orang yang tidak sabar menunggu teriakannya “Sikok Duo!”. Inilah nama-nama petugas di bioskop itu yang masih saya ingat: Mang Anek, penjaga loket, Wak Kholik, pemutar roll (entah siapa yang menggantikannya setelah meninggal kira-kira tahun 1979?), Mang Rachim, almahrum terakhir berpangkat Mayor, pernah menjabat Komandan Koramil yang bermarkas di Pasar Baru, sebagai penjaga di bagian balkon. Mang Rahim ini terkenal ganas dan berkumis lebat dan menjaga dengan celana pendek. Ada juga nama-nama lain yang tidak tercantum di sini karena saya lupa.
Ada lagu openingnya yang masih sangat akrab di telinga penonton pada waktu itu yakni, Acka Raga dari kelompok music rock asal Belanda Shocking Blue. Dan pasa saat itulah iklan layanan masyarakat "Dilarang Membawa Senjata Tajam" dimunculkan.
Bioskop Darat atau Bioskop Kramat kemudian tutup kira-kira tahun 1983-an (?) konon, karena si empunya, Encek Kuat meninggal dunia.***
Sunday, December 12, 2010
PERAHU AGUNG DI AYAH UGAN
Kawan,
Mase tehingat dekde kamu uhang tentang "Perahu Agung"? Yap, mereka ye mehase besak di Baturaje sebelum taun 1980-an khusunye pecinta ayah ugan, pasti mengenal perahu yang menjadi lambang PT. Pupuk Pusri ini.
menjadi logo pupuk
Di Baturaje kite mengenalnye sebagai "Perahu Agung". Selain ukurannye relatif besak, perahu ye termasuk jenis "perahu kajang" ini memang datang endai KAYU AGUNG, Ibu Kota Ogan Komenering Ilir atau OKI.
Ye menjadi ingatan kolektif kite waktu itu adalah perahu ini khas, membawa keluarga lengkap gok kucing dan anjingnye, ye menjual tembikar atau gerabah tanah liat untuk keperluan huma tangge.
Biasenye, mereka "berlayar" berbulan-bulan dan singgah bebehape ahi di pangkalan ayah ye rami. Di Baturaje waktu itu biasenye mereka mangkal di bawah kayu ujan, pas di belakang Pasar Tugu. Atau di bawah batang kayu ujan di belakang Rumah Sakit. Atau di tangge pangkalan Langgar Ogan. Sementare di Sukajadi mereka singgah di pangkalan seberang Pabrik Es. Di daerah Saung Nage mereka manggal di bada manco mubil arak jeramba sepur daerah Jati (?)
Bagi mereka yang kanak-kanak inilah kesempatan untuk membeli "celengan", tabungan endai tanah liat dengan berbagai bentuk, seperti ayam, kucing, kendi, dan yang paling murah hanya berbentuk bulatan seukuran pinggan.
Mereka juge menjual tungku, cirek, kendi, pinggan, sampai mainan tiup berbentuk burung dengan lubang yang ditutup gok jahi dan mengeluarkan bunyi perkutut.
Uhang Kayu Agung memang jagonye kerajinan. Mulai endai pertukangan, ukiran, sampai kekerajinan tembikar atau gerabah, jeme Komering ahlinye. Konon, keahlian jeme kayu Agung membuat tembikar menggunakan "teknik putar miring" ini hanye ade sedikit di dunie. Di Asia mak ini konon hanya ade di Pagerjurang, Bayat Kab. Klaten Jawa - Tengah. Sementare di Kayu Agung sejak tahun 1980-an sude punah alias ngatek agi.
Balek ke "perahu agung", menurut sejarah merupakan evolusi endai perahu-perahu Cine. Perahu ye berukuran +/- 8 meter wan lebah +/- 2 meter ini memiliki kekhasan yaitu atapnye tebuat endai daun nipah yang terdiri endai 3 bagian di mane di bagian depan disebut gok Kajang Tarik (karena memang bisa di tarik untuk melindungi dari hujan dan terik matahari) di tengah di sebut gok kajang tetap karena permanen dan dibelakang disebut gok tunjang karang.
Ke khasan juga terdapat di bagian depan perahu ye disebut gok "selungku" tonjolan lok kepala ye berfungsi untuk meredam hantaman perahu saat membentur sesuatu. perahu ye dulunya terbuat dari kayu rengas (Latin Melanorrhoea wallichii, uhang Cine menyebutnye Chat-si atau Kayu Hantu, selain bada jeme nyakah roh alus, getah rengas amen kene badan nak matilah. Dulu thn 80-a ade sebatang di belakang rumah sakit umum) --ini mak ini sude dekde tekinak agi. Juge di sungai-sungai lain di Sumatera temasok sungai Musi.
Walau mak itu "perahu agung" mase melekat dalam ingatan kolektif kite, ye ngajungkan kite dulu dek tekelap tidoh gara-gara nak mbeli mainan tiup endai tanah liat berbentuk burung ye bunyinye mirip perkutut.
PERAHU AGUNG DI AYAH UGAN
Kawan,
Mase tehingat dekde kamu uhang tentang "Perahu Agung"? Yap, mereka ye mehase besak di Baturaje sebelum taun 1980-an khusunye pecinta ayah ugan, pasti mengenal perahu yang menjadi lambang PT. Pupuk Pusri ini.
Di Baturaje kite mengenalnye sebagai "Perahu Agung". Selain ukurannye relatif besak, perahu ye termasuk jenis "perahu kajang" ini memang datang endai KAYU AGUNG, Ibu Kota Ogan Komenering Ilir atau OKI.
Ye menjadi ingatan kolektif kite waktu itu adalah perahu ini khas, membawa keluarga lengkap gok kucing dan anjingnye, ye menjual tembikar atau gerabah lia untuk keperluan huma tangge.
Biasenye, mereka "berlayar" berbulan-bulan dan singgah bebehape ahi di pangkalan ayah ye rami. Di Baturaje waktu itu biasenye mereka mangkal di bawah kayu ujan, pas di belakang Pasar Tugu. Atau di bawah batang kayu ujan di belakang Rumah Sakit. Atau di tangge pangkalan Langgar Ogan. Di daerah Saung Nage mereka manggal di bada manco mubil arak jeramba sepur daerah Jati (?)
Bagi mereka yang kanak-kanak inilah kesempatan untuk membeli "celengan", tabungan endai tanah liat dengan berbagai bentuk, seperti ayam, kucing, kendi, dan yang paling murah hanya berbentuk bulatan seukuran pinggan.
Mereka juge menjual tungku, cirek, kendi, pinggan, sampai mainan tiup berbentuk burung dengan lubang yang ditutup dengan jari dan mengeluarkan bunyi perkutut.
Uhang Kayu Agung memang jagonye kerajinan. Mulai endai pertukangan, ukiran, sampai kekerajinan tembikar atau gerabah, jeme Komering ahlinye. Konon, keahlian jeme kayu Agung membuat tembikar menggunakan "teknik putar miring" ini hanye ade sedikit di dunie. Di Asia mak ini konon hanya ade di Pagerjurang, Bayat Kab. Klaten Jawa - Tengah. Sementare di Kayu Agung sejak tahun 1980-an sude punah alias ngatek agi.
Balek ke "perahu agung", menurut sejarah merupakan evolusi endai perahu-perahu Cine. Perahu ye berukuran +/- 8 meter wan lebah +/- 2 meter ini memiliki kekhasan yaitu atapye tebuat endai daun nipah yang terdiri endai 3 bagian di mane di bagian depan disebut gok Kajang Tarik (karena memang bisa di tarik untuk melindungi dari hujan dan terik matahari) di tengah di sebut gok kajang tetap karena permanen dan dibelakang disebut gok tunjang karang.
Ke khasan juga terdapat di bagian depan perahu ye disebut gok "selungku" tonjolan lok kepala ye berfungsi untuk meredam hantaman perahu saat membentur sesuatu. perahu ye dulunya terbuat dari kayu rengas ini mak ini sude dekde tekinak agi. Juge di sungai-sungai lain di Sumatera temasok sungai Musi.
Walau mak itu "perahu agung" mase melekat dalam ingatan kolektif kite, ye ngajungkan kite dulu dek kelepa tidoh gara-gara nak mbeli mainan tiup endai tanah liat berbentuk burung ye bunyinye mirip perkutut.