Monday, May 23, 2011

DUSUN KEDATON TEMPO DOELOE KOLEKSI TROPEN MUSEUM BELANDA



KLIK GAMBARNYE UTK MEMPERBESAR!

Een straatgezicht met aan weerszijde paalwoningen in Kedaton
(Sebuah pemandangan di sisi jalan dengan rumah-rumah panggung di Kedaton, Sumatera Selatan)
FOTOGRAAF: T. (Tassilo) Adam 1946


Tuesday, May 17, 2011

SALEH HASAN, BUPATI OKU JAMAN ORBA

dari arsip berita majalah TEMPO 8 april 1989

Gunjingan Rumah Rp 1 Milyar


MASA jabatan Bupati Saleh Hasan, 58 tahun, di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, masih tersisa 4 bulan lagi. Namun, agaknya sisa waktu ini menjadi kurun yang paling mendebarkan bagi sang pejabat. Bukan saja dia sedang dinilai prestasinya.

Lebih dari itu. "Menteri Rudini telah memerintahkan Gubernur Sum-Sel agar meneliti kekayaan pribadinya," ujar Kepala Humas Departemen Dalam Negeri Amur Muchasin, pekan lalu. Soal harta simpanan Saleh Hasan memang sering menjadi gunjingan orang.

Rumah pribadinya di Baturaja, ibu kota Kabupaten Oku, sering mengundang decak iri atau kagum orang yang melihatnya. Rumah itu berukuran besar, 35 x 50 meter. berlantai dua, dan dibangun di atas tanah seluas 6 ha. Semua kusen jendela dan pintu terbuat dari kayu jati kelas satu. Lantainya putih berkilat dari marmer. Tak mengherankan jika orang sering menyebut angka Rp 1 milyar untuk rumah Saleh Hasan. Pekarangan rumah itu memang bak miniatur taman margasatwa.

Beberapa waktu silam, 250 ekor punai menghuni sangkar-sangkar di pelataran, berdampingan dengan jalak bali, cucak rawa, dan burung beo yang terlatih mengucap salam "selamat pagi". Tempo hari, di pekarangan nan indah itu ada pula kandang kera, beruang, singa, dan gajah. Melengkapi segala simbol "wah" itu, Saleh Hasan juga memelihara sebuah jip Mercy warna hijau lumut.

Di rumah yang nyaman itu Hasan saleh tinggal dengan istrinya, plus 4 orang pembantu dan 6 orang tukang kebun. Ketujuh anaknya tinggal di Jakarta, Denpasar, dan seorang sekolah di Los Angeles. Dengan status pegawai negeri golongan D yang bergaji sekitar Rp 400 ribu, kehidupan Saleh itu sering mengundang gunjingan. Saleh Hasan menolak tudingan hidup bermewah-mewah itu. Sebelum melanjutkan studi ke Akademi Hukum Militer (AHM) Jakarta, Saleh telah menamatkan Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA) Malang 1957, dan telah berpraktek sebagai jaksa di Mentok serta Pangkalpinang.

Selama memapaki awal karier itu, Saleh mengaku suka mencari obyekan kanan-kiri. Sesekali waktu, "saya berpraktek sebagai pengacara," tutur Saleh mengenang. Dia sempat pula direkrut Bakin, di awal Orde Baru. Tahun 1968, Saleh kembali aktif di jajaran kejaksaan. Jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat, Sum-Sel, dia sandang 1968, lalu pindah menjadi Kajari Purwakarta, Jawa Barat. Tahun 1975-1979 dia bertugas di Kejaksaan Tinggi Kal-Sel. Jabatan pamong praja mulai dia pegang 27 Juli 1979, setelah dia terpilih sebagai bupati OKU. Lantaran dinilai berprestasi baik, Juli 1984 jabatan Saleh sebagai bupati diperpanjang untuk jangka lima tahun.

Daerah OKU memang tanah kelahiran Saleh. Tak mengherankan kalau dia membangun rumah untuk hari tua. Soal pekarangan yang 5 ha? "Transmigran saja begitu datang ke sana, dulu, dikasih lima hektar. Apa itu kemewahan," ujar Saleh sengit. Untuk membangun rumah itu, kata Saleh, "Kayu, batu, dan pasir tidak beli". Maksudnya, kayu itu dipotong dari kebun sendiri, dan pasir-batu tinggal menggeruk dari sungai sekitar. Soal dana, Saleh mengaku gotong-royong, melibatkan anak dan orangtuanya, yang pensiunan bendahara Dinas Kesehatan setempat.

Sebagai bupati, Saleh dikenal supel dan dekat dengan warga. Dia suka mengunjungi desa-desa sembari berkemah dan membagi-bagikan supermie atau kecap kepada penduduk. Saleh juga gigih memasyarakatkan program supra-insus, sehingga produktivitas padi petani bisa dikatrol dari 6 ton menjadi 9 ton per hektar. "Saya kira Pak Saleh berhasil membangun daerah ini," pujian ini datang dari Letkol. Cecep Supradi, Wakil Ketua DPR OKU. Namun, tampaknya Rudini memisahkan soal keberhasilan dan kekayaan bupati. Instruksi Rudini agar kekayaan pak bupati diperiksa, seperti biasanya, tidak main-main. Hasilnya? "Gubernur belum memberikan laporan," tutur Kahumas Depdagri Amur Muchasin. PTN, TBS (Jakarta), dan BL (Medan)

MASJID JAMI’ PASAR LAMA BATURAJA

Disusun oleh Mgs Zainuri Ronie dari blog rznvd.wordpress.com
MASJID JAMI’ PASAR LAMA BATURAJA terletak diantara Jln. Ogan/jln. Ahmad Dahlan dan Jln H.Agus Salim dipinggiran Sungai Ogan yang membelah Kota Baturaja Kabupaten OKU Sumatera Selatan. Masjid ini diperkirakan sudah mulai didirikan pada tahun 1916.
Masyarakat Pasar Baturaja yang bermukim di Kampung kertapati (Jln. Kertapati sekarang) dan Pasar Baturaja (Pasar Lama sekarang), sehingga apabila warga mau sholat Jum’at harus pergi ke Masjid Dusun Baturaja (sekarang Masjid Ar-Ridwan Dusun Baturaja) dikarenakan inilah satu-satunya masjid yang ada di daerah ini. Masjid tersebut didirikan oleh K.H.M.Akib yang lebih dikenal sebagai Kyai Muaro Siring. Pelaksanaan sholat Jum’at ini kebanyakan didominasi oleh masyarakat pasar Baturaja baik adzan maupun khotbahnya.
masjid jami' diambil kampung cemara (seberang sungai). foto: joni
Atas musawarah dan mufakat maka masyarakat pasar baturaja akan mendirikan masjid dan pada tahun 1915 ditentukan lokasi untuk pembangunan masjid di Bukit Oteng yang ada dipasar lama.
Kondisi bukit tersebut berupa tanah dan batu karang, dimana sebagian areal tanah tersebut dipergunakan sebagai areal tanah perkuburan. Dengan bergotong royong maka bukit dibersihkan. Kuburan yang ada digali dan dipindahkan ke lokasi baru di sekitar Pasar Inpres sekarang. Untuk kuburan yang tidak ada ahli warisnya maka kerangkanya dikumpulkan menjadi satu dan dikuburkan kembali yang lokasinya sekarang berada dibawah mimbar. Bukit itu diratakan dan ada yang digali untuk membuat jalan tembus yang menghubungkan jalan pasar lama (jl.H.Agus salim sekarang) dengan jalan gayam/ogan (Jl. H.ahmad Dahlan sekarang) dan sering disebut lorong masjid.
Pada tahun 1916 dibuatlah bangunan sederhana berdinding bambu dan beratap kajang untuk tempat sholat dan pada tahun 1917 dibuat dari papan. Tahun 1932 atas ide H.P Abdoelah dan Wong tjirbon maka masjid tersebut di pugar dan dibangun lagi dengan mencontoh Masjid Muara Ogan Kertapati Palembang. Bangunannya semi permanen dengan luas 15 m X 15,5 m dan menara dari kayu setinggi 10 meter. Masjid ini punya tangga dua buah diarah sungai ogan dan disampingnya bak besar untuk wudhu.
Masjid ini dinamakan Masjid Jami’ dengan pengurus pertamanya adalah H. Basjaroeddin bin tadjoedin dan Kgs. Oesman sebagai Modim.
Pada tahun 1952 bangunan masjid diperluas lagi ke arah sungai ogan dengan ukuran 15 m X 21 m, bangunannya bersifat permanen dengan coran beton dan plesteran semen sedangkan untuk mencegah erosi di pinggir sungai ogan dibuatlah bendungan/dam. Pembangunan menara juga dilakukan dan dibuat dari beton dengan ketinggian 17 meter dan dimasa ini kepengurusan masjid Jami’ diketuai oleh K.H.R. Zainal Arifin Al Abbasy.
Pada tahun 1983 kepengurusan Masjid Jami’ terdiri dari Mgs.H.Abd.Ronie, Hasan Basri H.Wahid, Mgs.Abd. Kadir Manan dan Idrus Hasyim. Dan di masa inilah dengan bantuan masyarakat Pasar Baturaja khususnya Pasar Lama dan Bupati OKU Saleh Hasan dilakukan renovasi dan penambahan menara diarah pinggiran sungai ogan serta pembangunan gubah masjid sehingga ukuran masjid menjadi 21 m X 31 m. Lantai bangunan lama teraso dan bangunan baru berlantai keramik. Pembangunan dan renovasi selesai di tahun 1985.
Nara sumber:
1. Ning Ayu (Secik) 2. Anwar Azhari H.Muhammad 3. Mgs Abd Kadir Manan 4. H. Hasan Basri Wahid 5. Sumber lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Saturday, May 14, 2011

NGIDANG

Gotong Royong dalam Cara Makan

Banyak care menuju kenyang. Namun care makan "ngidang" khas jeme dihi ini mungkin sedikit unik. Pasalnye, sebelum makan panitia harus gotong royong. Mulai endai panitia panggung, yang bertanggungjawab gok menu dan kesediaan makanan, panitia basa-basahan, yang ngurusi kebersihan alat-alat makan, sampai panitia ngidang yang bertanggungjawab gok sampai dekdenye makanan yang akan dihidangkan ke huma-huma.

Artikel ini bersambung.... (ada pekerjaan menunggu!)



Monday, May 09, 2011

WAK BISMILLAH

Pingin Cukur Luncuk, Jambul, ape Jengki?


Wak Bismillah. Itulah neme populernye. Tukang cukur asal Ds Sukajadi (Kalam) ini mungkin paling legendaris di Baturaje era 80-an sampai 90-an awal. Bada mangkalnye persis di bawa batang kayu ujan Pasar Tugu (Skrg Jl. Kapten Syahrial tepatnye sebelah huma Pak Anwar Alm. ayah Teti Anwar). Sebelum memiliki kios (barbershop) yang berukuran 2 x 2 yang menempel di belakang bengkel motor, Wak Bismilah cuma mengandalkan kursi lipat gok kace ye tegantung di bawah batang kayu-ujan.


Ngape beliau diantau Wak Bismillah? Dekde lain, disebabkan lelaki berbadan gempal dengan gigi emas yang merintit ini dekde kela lupe ngucapkan asma Allah setiap kali nak nyucur gumbak pelanggannye. Dan ucapan itu dilafalkan dengan penuh tumakminah. Apalagi jikalau beliau mencukur anak-anak. Ucapan Bismillah akan lebih keras dilafalkan seolah-olah mengajarkan pada anak yang akan dicukur.


Lalu potongan ape yang pelanggan minta? Jaman itu yang musim tentu kian potongan jengki. Potongan ini semacam "spike" hairstyle yang dipadukan gok potongan "shaggy". Dalam istilah jeme salon bangs brushed, atau gumbak ye panjang di sikok sisi sampai menutupi mate. Amen mak ini ahi kire-kire lok gumbak Ibas SBY yg belah pinggir. (ha.ha. Maaf Ibas gaya rambutmu jadul banget!)


Ade pule potongan luncok. Potongan yang sering disebut "gumbak cepak" ini memang ala tentera. Maklum pelanggan Wak Bismillah memang banyak endai prajurit-prajurit Yon 145 (skrg pindah ke Balau-Jl antara Palembang-MUBA) dimene Pasar Tugu dulu berdiri. Gaya gumbak semacam ini belum terkikis sampai mak ini. Sebutan luncok untuk menunjukkan bentuk lancip di bagian depan. Sampai-sampai pos polisi di Pasar Pucuk juge disebut" pos luncok".


Nah, gaya lain yang biasenye khusus dipakai anak-anak atau budak kecik asal Jawe di masa itu adalah jambul depan. Dulu, di Pasar Tugu atau Baturaje, gaya gumbak macam ini cuma dipakai Ging Embuk, penjual daging yg terkebelakang, yang terkenal di Baturaje pade masa itu. Bentuknye yang cuma meninggalkan gumbak di bagian depan lok jambul, memang jarang diminati jeme dihi. Model gumbak macam ini populer lewat tokoh anak-anak bernama Temon dalam film Serangan Fajar karya Arifin C Noor atau tokoh si Tebe dalam Islam KTP.


model rambut gaya jambul


Dan yang jege digemari anak-anak jaman itu adalah gaya gumbak poni lok Adi Bing Slamet. Biasenye, gumbak macam ini cuma diminati oleh anak-anak jeme kaye atau Cine Pasar.


Balek ke Wak Bismillah, ade yang menarik endai kepiawaiannye dalam mencukur. Wak Bismillah tanpa disadarinye telah mewarisi tradisi tukang cukur abad ke 16 di Eropa yang dekde saje jago netak gumbak, tapi juge pandai dalam cerite. Jadi wajar amen di "barbershop" nye yang kecik itu banyak jeme bekumpul untuk nganingkan kelakarnye.


Sejak Ps Tugu digusur tahun 1987 menjadi Pasar Kedondong yang memakan pangkal jalan Lorong Pontas, Wak Bismillah juge pindah ke sane. Tapi kesehatan beliau berangsur menurun. Batuk-batuk mungkin akibat rambut yang terserap, mengganggu pernafasan beliau. Sampai kemudian beliau wafat, "barbershop" yang dekde bemirek apelagi makai "barber-pole" itu, tetap saje dikenang dengan sebutan Cukur Wak Bismillah.


FAKTA LAIN:

- potong rambut atau kriting yg terkenal utk wanita jaman itu adalah Salon Venny dan Salon Mai, sebelah Wella Salon tepatnya di depan gerai kacamata Kasoem sekarang.

- musim kriting gumbak biasenye pas musim kawe atau kopi. amen kite liwat di salon itu bedengas embau minyak keriting jeme-jeme dusun ye bekantong tebal sambil embunyikan tape lagu batanghari sembilan ye empai di beli di toko Gemilang.

- Ade lagunye "Ting ting nyak/ kriting kurang minyak/ bejalan nginak-nginak/ tecipak kaling minyak//