Tuesday, May 17, 2011

SALEH HASAN, BUPATI OKU JAMAN ORBA

dari arsip berita majalah TEMPO 8 april 1989

Gunjingan Rumah Rp 1 Milyar


MASA jabatan Bupati Saleh Hasan, 58 tahun, di Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, masih tersisa 4 bulan lagi. Namun, agaknya sisa waktu ini menjadi kurun yang paling mendebarkan bagi sang pejabat. Bukan saja dia sedang dinilai prestasinya.

Lebih dari itu. "Menteri Rudini telah memerintahkan Gubernur Sum-Sel agar meneliti kekayaan pribadinya," ujar Kepala Humas Departemen Dalam Negeri Amur Muchasin, pekan lalu. Soal harta simpanan Saleh Hasan memang sering menjadi gunjingan orang.

Rumah pribadinya di Baturaja, ibu kota Kabupaten Oku, sering mengundang decak iri atau kagum orang yang melihatnya. Rumah itu berukuran besar, 35 x 50 meter. berlantai dua, dan dibangun di atas tanah seluas 6 ha. Semua kusen jendela dan pintu terbuat dari kayu jati kelas satu. Lantainya putih berkilat dari marmer. Tak mengherankan jika orang sering menyebut angka Rp 1 milyar untuk rumah Saleh Hasan. Pekarangan rumah itu memang bak miniatur taman margasatwa.

Beberapa waktu silam, 250 ekor punai menghuni sangkar-sangkar di pelataran, berdampingan dengan jalak bali, cucak rawa, dan burung beo yang terlatih mengucap salam "selamat pagi". Tempo hari, di pekarangan nan indah itu ada pula kandang kera, beruang, singa, dan gajah. Melengkapi segala simbol "wah" itu, Saleh Hasan juga memelihara sebuah jip Mercy warna hijau lumut.

Di rumah yang nyaman itu Hasan saleh tinggal dengan istrinya, plus 4 orang pembantu dan 6 orang tukang kebun. Ketujuh anaknya tinggal di Jakarta, Denpasar, dan seorang sekolah di Los Angeles. Dengan status pegawai negeri golongan D yang bergaji sekitar Rp 400 ribu, kehidupan Saleh itu sering mengundang gunjingan. Saleh Hasan menolak tudingan hidup bermewah-mewah itu. Sebelum melanjutkan studi ke Akademi Hukum Militer (AHM) Jakarta, Saleh telah menamatkan Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA) Malang 1957, dan telah berpraktek sebagai jaksa di Mentok serta Pangkalpinang.

Selama memapaki awal karier itu, Saleh mengaku suka mencari obyekan kanan-kiri. Sesekali waktu, "saya berpraktek sebagai pengacara," tutur Saleh mengenang. Dia sempat pula direkrut Bakin, di awal Orde Baru. Tahun 1968, Saleh kembali aktif di jajaran kejaksaan. Jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lahat, Sum-Sel, dia sandang 1968, lalu pindah menjadi Kajari Purwakarta, Jawa Barat. Tahun 1975-1979 dia bertugas di Kejaksaan Tinggi Kal-Sel. Jabatan pamong praja mulai dia pegang 27 Juli 1979, setelah dia terpilih sebagai bupati OKU. Lantaran dinilai berprestasi baik, Juli 1984 jabatan Saleh sebagai bupati diperpanjang untuk jangka lima tahun.

Daerah OKU memang tanah kelahiran Saleh. Tak mengherankan kalau dia membangun rumah untuk hari tua. Soal pekarangan yang 5 ha? "Transmigran saja begitu datang ke sana, dulu, dikasih lima hektar. Apa itu kemewahan," ujar Saleh sengit. Untuk membangun rumah itu, kata Saleh, "Kayu, batu, dan pasir tidak beli". Maksudnya, kayu itu dipotong dari kebun sendiri, dan pasir-batu tinggal menggeruk dari sungai sekitar. Soal dana, Saleh mengaku gotong-royong, melibatkan anak dan orangtuanya, yang pensiunan bendahara Dinas Kesehatan setempat.

Sebagai bupati, Saleh dikenal supel dan dekat dengan warga. Dia suka mengunjungi desa-desa sembari berkemah dan membagi-bagikan supermie atau kecap kepada penduduk. Saleh juga gigih memasyarakatkan program supra-insus, sehingga produktivitas padi petani bisa dikatrol dari 6 ton menjadi 9 ton per hektar. "Saya kira Pak Saleh berhasil membangun daerah ini," pujian ini datang dari Letkol. Cecep Supradi, Wakil Ketua DPR OKU. Namun, tampaknya Rudini memisahkan soal keberhasilan dan kekayaan bupati. Instruksi Rudini agar kekayaan pak bupati diperiksa, seperti biasanya, tidak main-main. Hasilnya? "Gubernur belum memberikan laporan," tutur Kahumas Depdagri Amur Muchasin. PTN, TBS (Jakarta), dan BL (Medan)

No comments:

Post a Comment